Suara.com - Minyak dan gas bumi tetap menjadi pilihan utama dalam menjaga ketahanan daya nasional, khususnya pada era transisi daya dari daya berbahan fosil menjadi daya baru dan terbarukan. Penerapan teknologi Carbon Capture Storage (CCS) dan Carbon Capture Storage and Utilization (CCUS) menjadi solusi krusial untuk meningkatkan produksi migas nasional. Penggunaan dua teknologi itu sekaligus bisa mencapai sasaran penurunan emisi karbon.
Namun, penerapan teknologi baru tersebut memerlukan investasi nan tidak sedikit. Hal ini disampaikan Mulyanto, personil Komisi VII DPR-RI. Menurut dia, pengembangan teknologi CCS/CCUS untuk aktivitas produksi migas memerlukan biaya besar lantaran peralatan nan diperlukan untuk penerapan tetap kudu impor.
"Karena itu, perlu support dan kemudahan alias fasilitasi dari pemerintah. (Insentif) Itu perlu diberikan kepada investor," ujarnya di Jakarta, Senin (6/2/2023).
Lebih lanjut, dia mengatakan bahwa pemerintah dapat mengkaji seluruh opsi nan ada nan paling tepat dan efisien dengan mempertimbangkan semua faktor.
Baca Juga: Daftar HP Xioami di Februari 2023
"Tentu ini semua mempertimbangan kondisi industri migas nan produksinya saat ini sudah turun," kata dia.
Berdasarkan info SKK Migas, hingga akhir 2022 lifting minyak tercatat 612,3 MBOPD alias 87,1% dari sasaran nan ditetapkan ialah sebesar 703 MBOPD. Capaian lifting minyak ini lebih rendah dari realisasi pada 2021 sebesar 660,3 MBOPD.
Sedangkan gas bumi, realisasi salur gas pada akhir 2022 tercatat sebesar 5.347 MMSCFD alias 92,2% dari sasaran nan ditetapkan ialah 5.800 MMSCFD. Sepertinya halnya minyak bumi, capaian gas bumi pada 2022 pun berada di bawah realisasi 2021 sebesar 5.505 MMSCFD.
Namun berbeda halnya dengan realisasi investasi. Pada akhir 2022, realisasi investasi hulu migas tercatat sebesar US$ 12,3 miliar alias 93% dari sasaran US$ 13,2 miliar. Nilai realisasi tersebut lebih tinggi daripada realisasi 2021 nan tercatat sebesar US$10,9 miliar.
Secara terpisah, Deputi Eksplorasi, Pengembangan dan Manajemen Wilayah Kerja SKK Migas, Benny Lubiantara mengakui, bahwa CCS/CCUS saat ini merupakan bagian krusial dari operasi hulu migas agar sektor ini dapat memainkan perannya nan signifikan selama era transisi energi.
Baca Juga: Perbarui Fitur, Aplikasi Telegram Bisa Otomatis Terjemahkan Bahasa : Kok Bisa ?
Kegiatan produksi migas saat ini dan di masa mendatang perlu dilakukan secara lebih bersih dan tepat kepada lingkungan mengingat tidak adanya agunan bahwa transisi daya di suatu negara bakal berjalan dengan mulus.
"Industri hulu migas berkedudukan sebagai penyangga ketika rupanya perjalanan menuju net zero emission (NZE) tidak semulus nan diperkirakan," jelas dia.
Inisiatif menerapkan CCS/CCUS, lanjut Benny, merupakan upaya pelaku sektor hulu migas untuk dapat mengurangi emisi karbon nan ada. Dia mengakui, CCUS bakal lebih menarik lantaran ada aspek “Utilization” nan artinya berakibat terhadap adanya peningkatan recovery factor dari reservoir migas nan diinjeksikan CO2.
Namun masalahnya tidak semua reservoir migas nan ada dapat ditingkatkan recovery factor-nya, sehingga tidak semua proyek dapat berupa CCUS.
"Ke depan, dengan adanya deklarasi NZE oleh nyaris semua perusahaan migas di dunia, penerapan CCS/CCUS menjadi suatu keharusan dalam proyek pengembangan lapangan migas. Semua PoD (Planning of Development) dipastikan memasukkan inisiatif ini dalam lingkup pekerjaan nan ada," kata dia.
Benny menegaskan, bagi pelaku sektor hulu migas perihal nan mendesak saat ini adalah diberikannya kepastian pengakuan bahwa aktivitas CCS/CCUS termasuk dalam bagian dari aktivitas industri hulu migas.
Hal ini krusial guna memastikan biaya nan dibutuhkan untuk penerapan CCS/CCUS dapat dibebankan ke dalam biaya operasi migas.
Namun, dia mengingatkan agar penanammodal jangan hanya memandang CCS/CCUS dari aspek tambahan biaya semata lantaran perihal tersebut tidak mencerminkan gambaran keekonomian proyek secara menyeluruh.
Menurut info Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), emisi karbon nan berasal dari sektor migas mencapai sekitar 44 juta ton CO2e pada 2030, sebagai imbas peningkatan produksi migas nasional sesuai sasaran 1 MBOPD minyak bumi dan dan 12 BSCFD gas bumi. Sedangkan hingga 2060, total emisi dari sektor migas diperkirakan mencapai 1.149 juta ton CO2e, ialah terdiri dari 659 juta ton CO2e sektor hulu dan 490 juta ton CO2e sektor hilir.
Saat ini, Kementerian ESDM sedang menyusun peraturan mengenai penerapan CCS/CCUS dan merekomendasikan kepada Kementerian mengenai lainnya agar KKKS mendapatkan insentif mengingat investasi CCS/CCUS tetap sangat mahal. Sebagai contoh, investasi CCS/CCUS pada proyek LNG Abadi di Blok Masela diketahui mencapai USD 1,2–1,4 juta. Pada tahap awal, CCUS baru diterapkan pada tiga proyek migas lain ialah Lapangan Gundih, Sukowati dan Tangguh.
Menurut Benny, ketika menghitung keekonomian suatu proyek penanammodal hendaknya tidak hanya memandang pada aspek biaya saja karena diyakini ada untung kompetitif dari penerapan CCS/CCUS tersebut dan berakibat pada keekonomian proyek.
"Ini kita baru bicara keekonomian, belum bicara benefit nan berkarakter lebih jangka panjang, ialah upaya penurunan emisi karbon global. Tentu saja nantinya bakal dilihat perincian proyeknya. Bisa saja dibutuhkan tambahan insentif, tapi bisa juga tidak. Kita lihat case-by-case, nan krusial jangan kebanyakan diskusi, kelak kita ketinggalan kereta," imbuh Benny.
Pendapat senada juga disampaikan Tumbur Perlindungan, praktisi hulu migas nan menjadi ketua sebuah perusahaan migas di Indonesia. Menurut dia, tantangan industri hulu migas ke depan adalah gimana perusahaan dapat melakukan eksplorasi dan produksi dengan baik dengan tetap menjalankan operasi sesuai dengan sasaran penurunan emisi karbon.
Perusahaan perlu mencari teknologi-teknologi alias prosedur-prosedur nan dapat meningkatkan produksi guna membantu mengatasi ancaman krisis daya pasca pandemi. Oleh lantaran itu, support pemerintah seperti carbon tax dalam rangka penerapan CCS/CCUS menjadi dirasakan penting.
"CCS/CCUS memang kudu segera dilaksanakan baik dalam pilot project maupun implementasinya," katanya.
Menurut dia, CCS/CCUS merupakan teknologi baru dan cukup mahal. Oleh lantaran itu, teknologi tersebut hanya bisa diterapkan jika adanya penambahan produksi dari suatu lapangan migas nan ada. Upaya nan dapat dilakukan adalah dengan menerapkan Enhanced Oil Recovery (EOR).
"CCS/CCUS sangat memungkinkan dilaksanakan lantaran dapat digunakan untuk EOR ataupun hanya sebagai storage lantaran kondisi pengetahuan bumi nan ada. Carbon tax nan menarik juga kudu segera ditentukan agar bisa segera dilakukan economic analysis dalam implementasinya. CO2 tidak bisa dihilangkan namun dapat di simpan dan sampai saat ini penyimpanan hanya dapat dilakukan pada reservoir jauh di bawah permukaan bumi," pungkas Tumbur.