MTI menyebut ada beberapa hambatan dalam pengembangan kendaraan listrik di Indonesia. Mulai dari nilai BBM subsidi hingga produksi baterai berkelanjutan. (Hyundai Motor Group).
Jakarta, CNN Indonesia --
Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) mengungkap ada beberapa hambatan dalam pengembangan kendaraan listrik di Indonesia. Mulai dari nilai BBM subsidi hingga produksi baterai berkelanjutan.
Ketua Forum Transportasi Lingkungan dan Energi MTI Indira Darmoyono merinci enam hambatan pengembangan kendaraan listrik (EV) di Indonesia. Pertama, tetap adanya pemberian BBM subsidi pertalite hingga solar.
"Selama ini, kebijakan seperti subsidi itu (sangat berdampak) lantaran nilai BBM ini menjadi kunci untuk beranjak ke kendaraan listrik," katanya di AONE Hotel, Jakarta Pusat, Senin (6/2).
Indira menegaskan investasi di kendaraan listrik ada total cost of ownership (COF), di mana besarannya sangat tinggi dibanding dengan mobil konvensional berbasis internal combustion engine (ICE).
Kedua, kurangnya ekosistem kendaraan listrik dan prasarana pengisian daya nan terbatas. Indira mengatakan prasarana pengisian daya dengan tarif nan sesuai merupakan bagian dari ekosistem EV.
Ia menegaskan ekosistem ini tidak hanya stasiun charging dan outlet penggantian baterai, melainkan membentuk rantai pasokan lokal secara keseluruhan untuk industri kendaraan listrik.
Indira menyinggung soal industri manufaktur, outlet penjualan, upaya pemeliharaan serta daur ulang, dan pembuangan baterai nan ramah lingkungan.
Ketiga, produksi kendaraan listrik nan tetap terbatas. Menurutnya, meski ada peta jalan industri kendaraan listrik nan ambisius, belum ada produksi lokal nan serius untuk mobil listrik, termasuk kesiapan model nan terbatas di pasar.
"Produsen lokal tetap kesulitan lantaran permintaan secara keseluruhan tetap rendah sehingga menghalang peningkatan penjualan . Belum ada akomodasi dalam negeri untuk memproduksi mobil listrik roda empat hingga saat ini," ungkap Indira.
Keempat, kurangnya bukti untuk mendukung penerapan kebijakan dan rencana. Indira menyebut beragam pemangku kepentingan, baik pemerintah pusat dan daerah, industri, hingga konsumen belum sepenuhnya mengerti mengenai penyelenggaraan kebijakan dan peraturan nan ada. Padahal, patokan tersebut sebenarnya krusial untuk membantu mengembangkan ekosistem mobil listrik dan mendorong pasar.
Kelima, kurangnya pengetahuan, kesadaran, dan promosi. Indira mengatakan dibutuhkan lebih banyak publikasi proyek percontohan penggunaan EV dan letak charging publik kendaraan listrik. Hal ini juga perlu dikombinasikan dengan kampanye dan promosi nan menekankan faedah kendaraan listrik.
Keenam, masalah dalam produksi baterai berkelanjutan, pengelolaan limbah, dan daur ulang. MTI menegaskan produksi dan pembuangan baterai kendaraan listrik mempunyai akibat lingkungan nan perlu dikelola dengan hati-hati.
"Perlu disiapkan izin dan penataan sistem monitoring, verification, and enforcement (MVE) nan baik. Agar kejadian nan terjadi pada baterai lead-acid tidak terjadi pada baterai lithium. Bahwa banyak sekali praktik terlarangan daur ulang baterai nan merugikan dan membahayakan masyarakat," tandasnya.
[Gambas:Video CNN]
(skt/dzu)