Kalau Amerika Tak Jadi Resesi, Dunia Bisa Runyam!

Trending 7 months ago

Jakarta, CNBC Indonesia - Kabar baik adalah buletin buruk. Itu lah nan terjadi di Amerika Serikat (AS) saat ini, dan bisa membikin perekonomian bumi runyam kembali. Padahal, di awal tahun ini muncul optimisme keahlian perekonomian bumi bakal lebih baik daripada prediksi "gelap" dan resesi bumi sebelumnya.

Dana Moneter Internasional (IMF) apalagi sudah merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia tahun ini menjadi 2,9%, lebih tinggi dari proyeksi sebelumnya 2,7%.

Optimisme terhadap perekonomian bumi bakal cukup kuat setelah bank sentral AS (The Fed) meningkatkan suku kembang sebesar 25 pedoman poin menjadi 4,5% - 4,75%. Kenaikan tersebut lebih rendah dari proyeksi sebelumnya 50 pedoman poin.

Bursa saham dunia langsung merespon positif langkah The Fed tersebut. Kekhawatiran bakal resesi bumi 2023 seakan sirna.

Pernyataan ketua The Fed, Jerome Powell, dalam konvensi pers pun disambut baik pelaku pasar. 

"Kami saat ini bisa mengatakan saya pikir untuk pertama kalinya proses disinflasi sudah dimulai," kata Powell, sebagaimana dilansir CNBC International, Kamis (2/2/2023).

Artinya, inflasi di Amerika Serikat sudah mencapai puncaknya, dan sedang memulai periode penurunan.

Namun, jika memandang info tenaga kerja terbaru dari Amerika Serikat maka pelaku pasar bisa mengernyitkan dahi. Bukan rilis info nan buruk, tetapi sangat bagus.

Dalam kondisi normal pasar tenaga kerja nan kuat, tingkat pengangguran nan turun, serta rata-rata bayaran per jam nan naik cukup tinggi adalah berita baik. Tetapi dalam kondisi saat ini itu menjadi buletin buruk.

Secara mengejutkan perekonomian Paman Sam bisa menyerap tenaga kerja sebanyak 517 ribu orang sepanjang Januari, berasas info dari Departemen Tenaga Kerja AS. Jumlah tersebut jauh lebih tinggi di atas survei Reuters sebanyak 185 ribu orang,

Kemudian, tingkat pengangguran nan diprediksi naik menjadi 3,6% malah turun menjadi 3,4%. Rata-rata bayaran per jam tetap tumbuh 4,4% year-on-year, lebih tinggi dari prediksi 4,3%.

Dalam kondisi normal pasar tenaga kerja nan kuat, tingkat pengangguran nan turun, serta rata-rata bayaran per jam nan naik cukup tinggi adalah berita baik. Tetapi dalam kondisi saat ini itu menjadi buletin buruk.

Pasar tenaga kerja nan kuat, begitu juga dengan rata-rata bayaran berisiko membikin inflasi semakin susah turun ke sasaran bank sentral AS (The Fed) sebesar 2%. Artinya ada akibat The Fed kembali bakal garang meningkatkan suku bunga, dan suku kembang tinggi ditahan lebih lama lagi.

Ketika The Fed meningkatkan suku kembang lebih tinggi lagi, maka pasar finansial bakal bergolak lagi. Aliran modal bisa kembali keluar dari negara emerging market seperti Indonesia, dolar AS menjadi perkasa lagi dan nilai tukar mata duit lainnya berisiko kembali terpuruk.

Guna menstabilkan nilai tukar, bank sentral negara lain tentunya bakal ikut mengerek suku bunga, akhirnya perekonomian bakal kembali merosot.

Sehingga, Amerika Serikat sebenarnya perlu mengalami resesi nan membikin pasar tenaga kerja melemah dan kenaikan bayaran melandai. Belanja rumah tangga pun pada akhirnya bakal menurun, dan demand pull inflation bisa ikut turun.

Resesi memang menyakitkan, tetapi menjadi jalan sigap menurunkan inflasi. Sebaliknya jika kondisi saat ini terus berlanjut, maka inflasi tinggi bisa mendarah daging di Amerika Serikat.

The Fed bakal menahan suku kembang tinggi dalam waktu nan lebih lama lagi, apa jadinya bumi ini?

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]


[Gambas:Video CNBC]

Artikel Selanjutnya

Tak Sekedar Resesi, Amerika Bakal Alami Double Dip Recession!


(pap/pap)

Source cnbcindonesia.com
cnbcindonesia.com