Iming-Iming Bagi Deviden, IPO Haloni Jane Tetap Tak Menarik

Trending 7 months ago

Seorang petugas kesehatan nan mengenakan perangkat pelindung diri (APD) berdiri di dalam bilik pengambilan swab untuk memeriksa persiapan akomodasi tes Covid-19 di sebuah rumah sakit di Mumbai pada 27 Desember 2022. (PUNIT PARANJPE/AFP via Getty Images) Foto: Seorang petugas kesehatan nan mengenakan perangkat pelindung diri (APD) berdiri di dalam bilik pengambilan swab untuk memeriksa persiapan akomodasi tes Covid-19 di sebuah rumah sakit di Mumbai pada 27 Desember 2022. (AFP via Getty Images/PUNIT PARANJPE)

Jakarta, CNBC Indonesia - Perusahaan produsen sarung tangan latex untuk keperluan medis, PT Haloni Jane, berencana mengumpulkan biaya publik dan melantai di bursa awal Februari ini menggunakan ticker HALO.

Penawaran umum perdana (IPO) HALO dilaksanakan mulai 1 hingga 6 Februari mendatang. Dalam prospektus IPO, perusahaan berencana menghimpun biaya hingga Rp 113 miliar dengan menerbitkan 1,13 miliar saham baru (20%) nan ditawarkan di nilai Rp 100 per saham.

Menyertai publikasi saham baru, perusahaan juga secara berbarengan menerbitkan 565 juta waran seri I nan dapat ditebus enam bulan setelah pengaruh terbit dan bertindak selama enam bulan setelahnya. Setiap pemegang 2 saham berkuasa memperoleh 1 waran nan kelak dapat ditebus di nilai Rp 150. Apabila semua waran ditebus investor, maka perusahaan berpotensi memperoleh biaya tambahan hingga Rp 84,75 miliar.

Haloni menyebut bakal menggunakan seluruh biaya hasil IPO - setelah dikurangi biaya emis - untuk modal kerja, termasuk pembelian bahan baku, bahan penunjang produksi, pembayaran penghasilan hingga biaya operasional lainnya. Senada, biaya nan diperoleh dari publikasi waran juga bakal digunakan untuk keperluan nan sama.

Berbasis di Tangerang, Haloni Jane merupakan perusahaan nan bergerak dalam bagian produksi alat-alat kesehatan nan menggunakan bahan baku dari latex. Produk nan dipasarkan adalah sarung tangan latex medis dengan merek jual beli Shamrock Gloves dan Myguard Gloves.

Kinerja Keuangan

Hingga akhir kuartal ketiga 2022 - tidak diaudit - perusahaan mencatatkan penjualan bersih Rp 199,91 miliar alias turun hingga 45% dibandingkan periode nan sama tahun sebelumnya. Tertekannya keahlian top line membuat perusahaan mencatatkan kerugian bersih Rp 8,22 miliar dalam sembilan bulan pertama tahun lalu, berbanding terbaik dengan untung Rp 141,61 miliar dalam tiga kuartal awal tahun 2021.

Pelemahan keahlian finansial terjadi seiring dengan mulai jinaknya situasi pandemi di Tanah Air. Pada tahun 2020, pendapatan perusahaan tercatat melejit 376% secara tahunan dengan untung bersih naik lebih dari 10.000%. Kenaikan tersebut terus bersambung dan mencapai puncaknya pada tahun 2021.

Kondisi pandemi nan perlahan bisa dikekang membikin upaya perusahaan juga mulai kehilangan tenaga, dengan catatan keahlian nan kurang meyakinkan pada tahun 2022 lalu.

Meski demikian perusahaan menyatakan optimismenya mengenai prospek upaya ke depan dengan mengutip info Global Market Insights, yang menyebut pasar sarung tangan kesehatan bakal tumbuh sekitar 18% dalam delapan tahun ke depan hingga 2030.

Perusahaan juga menyebut peningkatan kesadaran masyarakat bakal kesehatan, jumlah pasien BPJS hingga jumlah lansia menjadi kesempatan untuk menggenjot keahlian perusahaan.

Meski demikian perusahaan juga mengaku bahwa kondisi pandemi nan mulai terkendali menjadi tantangan utama dan bisa menekan keahlian perusahaan secara signifikan.

"Pandemi COVID 19 sebagai masalah kesehatan publik ... memberikan akibat nan menguntungkan bagi pangsa pasar sarung tangan lateks," ungkap Haloni Jane dalam prospektus IPO.

Sementara itu dari laporan posisi keuangan, perusahaan mencatatkan ekuitas Rp 25,26 miliar pada akhir September 2022. Sementara itu selama tiga tahun sebelumnya, per akhir Desember, perusahaan tercatat tetap mengalami defisiensi modal alias ekuitas negatif dan baru berbalik pada tahun ini, setelah perlahan turun mulai tahun 2019.

Per September 2022, aset perusahaan tercatat Rp 309,95 miliar alias sedikit lebih besar dari catatan liabilitas nan mencapai Rp 284,69 miliar. Perusahaan mencatatkan aset lancar sebesar Rp 176,51 miliar nan kebanyakan berasal dari inventori dan piutang usaha. Kas dan setara kas perusahaan tercatat hanya 1,14 miliar, menyusut signifikan dari posisi akhir Desember 2020 nan nilainya tembus 45 miliar.

Sementara itu, porsi besar tanggungjawab Haloni Jane masuk dalam pengelompokkan liabilitas jangka pendek nan nilainya mencapai Rp 208,60 miliar. Hingga Juni 2022, Haloni mempunyai utang bank senilai Rp 77 miliar, nan mana sekitar setengahnya alias Rp 37,14 miliar merupakan bagian jangka pendek.

Sementara itu dari total Rp 76,57 miliar utang upaya kepada pihak berelasi dan pihak ketiga, dua pertiganya alias senilai Rp 51,08 miliar bakal jatuh tempo dalam waktu 1 hingga 12 bulan (setahun).

Rasio Keuangan dan Valuasi

Tingginya liabilitas perusahaan membikin rasio utang terhadap ekuitas (DER) melambung tinggi dan berada di nomor 11,27 kali. Sebagai catatan sejumlah perusahaan laboratorium alias penyedia perangkat kesehatan lainnya mencatatkan nomor nan jauh lebih kecil. Catatan DER dari PRDA, DGNS, IRRA dan MEDS secara berurutan masing-masing adalah 0,17 kali, 0,11 kali, 0,63 kali dan 0,18 kali.

Jika perusahaan bisa memperoleh biaya maksimal kala IPO, DER bakal turun menjadi 2,06 kali dan tetap jauh lebih tinggi dari emiten nan bergerak di sektor sama.

Lalu kondisi nan mirip juga terlihat dari keahlian perusahaan membayarkan kewajibannya dari aset lancar alias kas. Current ratio dan quick ratio perusahaan tercatat masing-masing sebesar 85% dan 0,55%.

Perusahaan menyebut bahwa tingkat DER dan current ratio melebihi nan disyaratkan pemberi pinjaman terjadi lantaran tetap adanya saldo defisit dari kondisi kurang baik sebelum tahun 2019 pada saat operasional belum efisien, nan menggerus nilai ekuitas perseroan. Dengan persetujuan restrukturisasi nan diberikan BNI, Haloni menyatakan bisa untuk tetap melaksanakan komitmen pembayaran kepada BNI sesuai agenda pembayaran.

Selanjutnya pasca IPO, perusahaan bakal memulai perdagangan di bursa dengan kapitalisasi pasar Rp 565 miliar dan mempunyai nilai kitab Rp 24,47 per saham. Artinya nilai saham IPO nan ditawari perusahaan divaluasi 4,09 kali nilai kitab bukunya (PBV). Catatan tersebut lebih tinggi dari empat emiten nan telah disebutkan sebelumnya.

Sementara itu dengan catatan rugi bersih, PER perusahaan tercatat negatif. Meski dengan kondisi menantang, perusahaan berjanji bakal memberikan dividen dengan DPR minimum 20%, jika bisa mencatatkan laba, mulai dari tahun kitab 2023.

Dengan kondisi utang tinggi, likuiditas terbatas dan rasio valuasi nan tidak dapat dikatakan murah, IPO Haloni Jane tampaknya bakal kurang menarik untuk dikoleksi, setidaknya dari perspektif pandang fundamental.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bermaksud membujuk pembaca untuk membeli, menahan, alias menjual produk alias sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun untung nan timbul dari keputusan tersebut.


[Gambas:Video CNBC]

Artikel Selanjutnya

Hillcon IPO, Bosnya Masih 23 Tahun, Saingan Anak Haji Isam?


(fsd/fsd)

Source cnbcindonesia.com
cnbcindonesia.com