Foto: Ilustrasi: Minyak mengalir keluar dari semburan dari sumur 1859 original Edwin Drake nan meluncurkan industri perminyakan modern di Museum dan Taman Drake Well di Titusville, Pennsylvania AS, 5 Oktober 2017. REUTERS / Brendan McDermid / File Foto
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak mentah bumi jatuh hingga 8% lebih lantaran terseret rumor resesi ekonomi global. Resesi memang bukan berita gembira, tetapi jika nilai minyak mentah terus menurun, maka nilai bahan bakar minyak (BBM) di dalam negeri berkesempatan turun.
Melansir info Refinitiv, minyak jenis Brent tercatat US$79,94 per barel pada perdagangan Jumat (3/2/2023), ambruk 2,71% dari posisi sebelumnya. Sedangkan jenis light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) longsor 3,28% menjadi US$73,39 per barel.
Dalam sepekan kemarin, jenis Brent jeblok 7,8% dan WTI ambruk hingga 7,9%.
Bank sentral Amerika Serikat (AS), Federal Reserve/The Fed, telah meningkatkan suku kembang sebesar 25 pedoman poin, lebih rendah dari tren kenaikan sebelumnya ialah 50-75 pedoman poin.
Meskipun lebih dovish dari kenaikan suku kembang biasanya para pelaku pasar tetap tidak tenang lantaran ekonomi AS nan begitu kuat.
Kok bisa saat ekonomi AS kuat pasar menjadi lebih khawatir?
Semenjak inflasi memanas, The Fed melawannya dengan meningkatkan suku kembang acuan. Targetnya adalah membawa inflasi Paman Sam ke 2%. Tindakan garang dilakukan oleh The Fed guna mengurangi peredaran duit di masyarakat.
Kebijakan ini bakal menyantap korban, ialah ekonomi AS nan ambruk. Tapi itulah "jalan ninja" The Fed untuk mendinginkan inflasi nan terlanjur panas.
Hasil dari program ini memang terlihat, inflasi AS dari 9,1% year-on-year (yoy) turun menjadi 6,5% saja dalam enam bulan.
Tapi anomali terjadi alih-alih ambruk, ekonomi AS malah memperkuat disertai dengan pasar tenaga kerja nan kuat.
Secara mengejutkan perekonomian Paman Sam bisa menyerap tenaga kerja sebanyak 517 ribu orang sepanjang Januari, jauh lebih tinggi di atas survei Reuters sebanyak 185 ribu orang.
Kemudian, tingkat pengangguran nan diprediksi naik menjadi 3,6% malah turun menjadi 3,4%. Rata-rata bayaran per jam tetap tumbuh 4,4% year-on-year, lebih tinggi dari prediksi 4,3%.
Saat masyarakat mendapatkan pekerjaan, daya beli bakal meningkat dan bakal menciptakan konsumsi nan kuat. Hal ini bakal membikin inflasi berpotensi kembali naik.
Alhasil The Fed bisa saja sewaktu-waktu kembali hawkish dalam urusan kenaikan suku kembang acuan. Targetnya sudah jelas, inflasi di level 2%.
Jika "mimpi buruk" para pelaku pasar jadi kenyataan, rumor resesi bakal kembali mencuat dan bakal menyebabkan kekhawatiran baru mengenai nilai minyak mentah dunia. Perlambatan ekonomi bakal membikin permintaan minyak surut. Apalagi jika itu terjadi AS nan notabene adalah konsumen minyak terbesar dunia.
CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]
Artikel Selanjutnya
Breaking News: Minyak Mentah Memanas, Harganya Melejit 5%!
(ras/ras)