Bukannya Menakuti, Awal Pekan Besok Bakal Berat!

Trending 7 months ago

Karyawan beraktivitas di dekat layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Rabu (23/11/2022). IHSG ditutup menguat 0,33 persen alias 23,53 poin ke 7.054,12 pada akhir perdagangan, sebanyak 249 saham menguat, 255 saham melemah, dan 199 saham stagnan. (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto) Foto: Karyawan beraktivitas di dekat layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Rabu (23/11/2022). IHSG ditutup menguat 0,33 persen alias 23,53 poin ke 7.054,12 pada akhir perdagangan, sebanyak 249 saham menguat, 255 saham melemah, dan 199 saham stagnan. (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar finansial Indonesia mencatat keahlian nan cukup bagi sepanjang pekan ini. Namun, di pekan depan perjalanan bakal lebih berat, terutama pengaruh dari eksternal.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tercatat naik 0,18% ke 6.911,73, rupiah menguat 0,6% melawan dolar Amerika Serikat (AS) ke Rp 14.890/US$. Mata Uang Garuda apalagi berada di dekat level terkuat dalam nyaris 5 bulan terakhir.

Pasar obligasi juga kembali menarik bagi penanammodal asing. Imbal hasil (yield) Surat Berharga Negara (SBN) turun 15,9 poin ke 6,568% nan menjadi level terendah sejak Maret 2022 lalu.

Untuk diketahui, nilai obligasi berbanding terbalik dengan yield. Ketika nilai naik maka yield bakal turun, begitu juga sebaliknya.

Saat nilai naik, artinya permintaan sedang tinggi.

Bukti penanammodal asing kembali tertarik dengan SBN terlihat dari capital inflow di pasar sekunder nan nyaris mencapai Rp 49,7 triliun sepanjang Januari lalu.

Besarnya inflow ke pasar obligasi sudah dimulai sejak November lalu, sejak pelaku pasar memandang bank sentral AS (The Fed) bakal mengendurkan laju kenaikan suku bunganya, dan rupanya betul kejadian.

The Fed Kamis kemarin meningkatkan suku kembang 25 pedoman poin menjadi 4,5% - 4.75%, lebih rendah dari proyeksi sebelumnya 50 pedoman poin.

Meski demikian, perihal ini bisa saja berubah. Sebab pasar tenaga kerja AS tetap sangat kuat, dan ini bisa berakibat pada pasar finansial Indonesia Senin (6/5/2023). IHSG, rupiah dan SBN berisiko terpuruk.

Secara mengejutkan perekonomian Paman Sam bisa menyerap tenaga kerja sebanyak 517 ribu orang sepanjang Januari, berasas info dari Departemen Tenaga Kerja AS. Jumlah tersebut jauh lebih tinggi di atas survei Reuters sebanyak 185 ribu orang,

Kemudian, tingkat pengangguran nan diprediksi naik menjadi 3,6% malah turun menjadi 3,4%. Rata-rata bayaran per jam tetap tumbuh 4,4% year-on-year, lebih tinggi dari prediksi 4,3%.

Pasar tenaga kerja nan kuat, begitu juga dengan rata-rata bayaran berisiko membikin inflasi semakin susah turun ke sasaran bank sentral AS (The Fed) sebesar 2%. Artinya ada akibat The Fed kembali bakal garang meningkatkan suku bunga, dan dolar AS pun melesat lebih dari 1% pada perdagangan Jumat, membuatnya mencatat penguatan mingguan setelah menurun dalam 3 pekan beruntun.

Pergerakan the greenback tentunya bakal menekan rupiah besok. Kemudian bursa saham AS (Wall Street) rontok pada Jumat, nan memberikan sentimen negatif ke IHSG.

Yield obligasi AS (Treasury) tenor 10 tahun juga melesat 13,4 pedoman poin, dampaknya bakal terasa di pasar SBN Senin besok.

Awal pekan nan bakal berat.

Besok dari dalam negeri bakal dirilis info pertumbuhan ekonomi Indonesia. Konsensus pasar nan dihimpun CNBC Indonesia dari 12 lembaga juga memperkirakan pertumbuhan ekonomi mencapai 5,03% year-on-year (yoy). Jika terealisasi, maka produk domestik bruto tersebut bakal melambat dari pada kuartal III-2022 sebesar 5,72% ( yoy).

Data pertumbuhan ekonomi tersebut tentunya bakal berakibat pada pergerakan pasar finansial Indonesia. Jika realisasinya di bawah 5% maka bakal memberikan akibat negatif, sementara jika jauh di atas konsensus bisa memberikan akibat nan bagus.

Meski demikian, efeknya tidak bakal berkepanjangan, namalain hanya di awal pekan saja. Sebab pelaku pasar sekarang berfokus pada pertumbuhan ekonomi tahun ini. 2022 sudah lewat dan jadi masa lalu.

Beberapa parameter nan bisa menentukan arah perekonomian ke depannya bakal dirilis pekan ini, dan bakal memberikan akibat lebih panjang.

Data persediaan devisa nan bakal dirilis pada hari Selasa bisa berakibat pada pergerakan rupiah. Seperti diketahui pemerintah sedang gencar berupaya menarik devisa hasil ekspor (DHE) nan banyak parkir di luar negeri. Jika sukses, maka cadanga devisa bakal meningkat, dan berakibat positif ke rupiah.

Stabilitas rupiah bakal menjadi sangat krusial untuk mengarungi 2023. Bagi penanammodal asing stabilitas rupiah bakal memberikan kenyamanan berinvestasi, karena meminimalisir kerugian kurs. Hal ini bisa memberikan akibat positif ke IHSG dan SBN.

Kemudian pada hari Rabu (8/2/2022) bakal ada laporan tingkat kepercayaan konsumen Indonesia. Pada bulan Desember nomor indeksnya mencapai 120, dan jika meningkat artinya konsumen semakin optimistis, dan shopping rumah tangga bisa meningkat.

Mengingat konsumsi rumah tangga berkontribusi sekitar 50% dari PDB, maka kenaikan tingkat kepercayaan konsumen bisa memberkan sentimen positif.

Di hari nan sama, Bank Rakyat Indonesia (BBRI) dijadwalkan bakal merilis laporan keuangannya. Sebelumnya Bank Negara Indonesia (BBNI) dan Bank Central Asia (BBCA) bisa membukukan keahlian nan impresif.

Rilis laporan finansial BBRI diharapkan bisa mendongkrak sektor finansial nan mempunyai berat paling besar di IHSG. Selanjutnya info penjualan ritel Januari bakal dirilis pada hari Kamis. Data ini juga memberikan gambaran konsumsi di awal tahun, sehingga bisa menggerakkan pasar.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]


[Gambas:Video CNBC]

Artikel Selanjutnya

Rupiah & IHSG Ambruk Berjamaah, Capital Outflow Berlanjut?


(pap/pap)

Source cnbcindonesia.com
cnbcindonesia.com